Ontologi dalam Ilmu Hukum

Jurnal Hukum: Wadah Pengetahuan dan Kajian Ilmiah Hukum

Ontologi merupakan salah satu cabang utama dalam filsafat yang membahas tentang hakikat realitas atau keberadaan. Dalam kajian filsafat, ontologi menelaah “apa yang ada” dan “bagaimana sesuatu itu ada”, termasuk kategori-kategori keberadaan dan relasi antar entitas tersebut. Dalam konteks ilmu hukum, ontologi memegang peranan penting karena hukum bukan hanya fenomena sosial, melainkan juga fenomena normatif dan filosofis yang menuntut pemahaman lebih dalam mengenai esensinya.

Ilmu hukum tidak sekadar mempelajari aturan positif atau norma yang berlaku, tetapi juga mencerminkan suatu sistem nilai dan konsepsi tentang keadilan, hak, dan kewajiban. Oleh karena itu, studi ontologis dalam hukum menjadi dasar dalam menjawab pertanyaan mendasar seperti: Apa hakikat hukum itu sendiri? Apakah hukum hanya sebatas norma yang ditetapkan negara, ataukah ia mencerminkan nilai-nilai universal? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi landasan bagi eksplorasi ontologi dalam ilmu hukum.

Baca juga: Ontologi dalam Ilmu Sosial

Hukum sebagai Realitas Ontologis: Menyingkap Esensi Keberadaannya

Dalam perspektif ontologi, hukum dipahami bukan sekadar sebagai kumpulan peraturan tertulis, tetapi sebagai realitas yang eksis dalam struktur kehidupan manusia. Terdapat dua pendekatan utama dalam memahami hukum secara ontologis, yaitu:

1. Hukum sebagai Kenyataan Sosial

Pendekatan ini menekankan bahwa hukum merupakan konstruksi sosial yang lahir dari interaksi manusia dalam masyarakat. Dalam pandangan ini, hukum ada karena adanya kebutuhan untuk mengatur kehidupan bersama. Hukum dilihat sebagai realitas sosial yang memiliki dimensi faktual dan dapat diamati melalui institusi, proses legislatif, dan perilaku hukum masyarakat.

2. Hukum sebagai Realitas Normatif

Berbeda dengan pendekatan sosial, pendekatan normatif menekankan bahwa hukum adalah entitas normatif yang bersifat ideal. Ia bukan hanya produk masyarakat, melainkan mencerminkan prinsip-prinsip keadilan yang transenden. Dalam hal ini, hukum dipahami sebagai entitas yang memiliki eksistensi sendiri dalam dunia normatif, terlepas dari apakah ia diakui oleh masyarakat atau tidak.

Kategori Ontologis dalam Ilmu Hukum

Dalam kerangka ontologis, berbagai aspek dalam hukum dapat dikategorikan ke dalam entitas-­entitas berikut:

  1. Substansi Hukum: Substansi hukum mencakup isi atau muatan norma hukum itu sendiri, seperti hak, kewajiban, larangan, dan perintah. Dari sudut ontologis, kita bertanya: Apakah hak itu benar-benar ada sebagai entitas? Atau apakah ia hanya ciptaan pikiran manusia?
  2. Subjek Hukum: Subjek hukum merujuk pada entitas yang dikenai atau diberi hak dan kewajiban oleh hukum. Bisa berupa individu (natural person) maupun badan hukum (legal person). Secara ontologis, muncul pertanyaan: Apa yang membuat entitas tertentu dianggap sebagai subjek hukum?
  3. Objek Hukum: Objek hukum adalah hal-hal yang menjadi sasaran dari hubungan hukum, seperti benda, jasa, atau hasil karya intelektual. Pertanyaan ontologis muncul mengenai eksistensi objek hukum dalam konteks norma dan kenyataan sosial.
  4. Relasi Hukum: Relasi antara subjek hukum dalam suatu norma disebut sebagai hubungan hukum. Ontologi relasi ini penting karena mengungkap bagaimana hukum membentuk interaksi antar entitas secara normatif, bukan hanya faktual.

Pendekatan Ontologis dalam Aliran-Aliran Filsafat Hukum

Berbagai aliran filsafat hukum memiliki pendekatan ontologis yang berbeda dalam memandang hakikat hukum. Berikut beberapa di antaranya:

  1. Aliran Hukum Alam (Natural Law)

Aliran ini berpandangan bahwa hukum memiliki eksistensi ontologis yang bersumber dari kodrat alam atau kehendak ilahi. Hukum tidak sepenuhnya tergantung pada negara atau manusia, melainkan mencerminkan prinsip moral universal yang melekat pada keberadaan manusia. Dalam ontologi hukum alam, hukum memiliki status sebagai entitas yang bersifat tetap dan mengikat karena berasal dari sumber yang lebih tinggi dari sekadar kekuasaan negara.

  1. Aliran Positivisme Hukum

Menurut aliran ini, hukum hanya terdiri dari norma-norma yang dibuat dan diberlakukan oleh otoritas yang sah (negara). Eksistensi hukum secara ontologis bergantung pada keberadaannya dalam sistem hukum formal. Dalam pandangan positivistik, hukum tidak memerlukan validasi moral atau metafisik—ia ada karena ditetapkan sebagai hukum.

  1. Realisme Hukum

Realisme hukum berfokus pada bagaimana hukum bekerja dalam praktik dan bagaimana hakim memutuskan perkara. Dari sisi ontologi, realisme lebih mengedepankan hukum sebagai proses dan perilaku, bukan sebagai norma ideal. Hukum ada dalam kenyataan, bukan dalam konsep normatif semata.

  1. Hukum Kritis dan Postmodernisme

Pendekatan ini mempertanyakan konstruksi hukum sebagai produk kekuasaan dan ideologi. Ontologi hukum di sini bersifat dekonstruktif: hukum dilihat sebagai wacana yang tidak memiliki esensi tunggal, melainkan bergantung pada konteks sosial, budaya, dan politik.

Ontologi Hukum dalam Konteks Hukum Indonesia

Dalam konteks hukum Indonesia, pendekatan ontologis menjadi penting karena sistem hukum nasional dipengaruhi oleh pluralisme hukum: hukum adat, hukum Islam, dan hukum Barat (Belanda). Pertanyaan ontologis yang relevan adalah:

  • Apakah semua sistem hukum tersebut memiliki eksistensi yang setara?
  • Bagaimana ontologi hukum adat jika ia tidak dikodifikasikan?
  • Apakah hukum Islam eksis sebagai sistem hukum normatif atau hanya sebagai sistem moral?

Secara praktis, hukum Indonesia mengakui keberadaan plural sistem hukum melalui berbagai peraturan, tetapi sering kali belum sepenuhnya diartikulasikan secara ontologis. Hal ini memunculkan kebutuhan untuk membangun konsep ontologis hukum yang inklusif terhadap keragaman sumber hukum.

Relevansi Ontologi dalam Penelitian Ilmu Hukum

Dalam penelitian hukum, khususnya dalam filsafat hukum dan teori hukum, posisi ontologi sangat menentukan kerangka berpikir peneliti. Penelitian normatif (doktrinal) cenderung mengasumsikan bahwa hukum adalah norma yang ada dalam peraturan tertulis. Namun, pendekatan ini perlu dilengkapi dengan pemahaman ontologis tentang:

  • Apakah norma-norma hukum benar-benar mencerminkan realitas sosial?
  • Bagaimana eksistensi norma-norma tidak tertulis (seperti nilai keadilan)?
  • Apakah hukum adat dapat diteliti tanpa bentuk tertulis?

Dengan demikian, ontologi bukan hanya soal teori metafisik, tetapi juga mempengaruhi metode dan tujuan penelitian hukum itu sendiri.

Ontologi dan Keadilan: Hukum sebagai Cermin Nilai-Nilai Moral

Salah satu dimensi penting dari kajian ontologi dalam hukum adalah keterkaitannya dengan keadilan. Keadilan sebagai nilai abstrak sering kali tidak tertulis dalam peraturan hukum, namun menjadi alasan utama kenapa hukum dijalankan. Secara ontologis, kita perlu menjawab:

  • Apakah keadilan merupakan entitas yang nyata atau hanya konstruksi sosial?
  • Apakah hukum yang tidak adil tetap dapat disebut sebagai hukum?

Pemikiran-pemikiran seperti dari Gustav Radbruch menyatakan bahwa ada batas di mana hukum positif kehilangan keabsahannya jika ia bertentangan secara mencolok dengan keadilan. Pandangan ini menunjukkan bahwa keadilan memiliki eksistensi ontologis tersendiri yang melampaui norma tertulis.

Tantangan Ontologis dalam Hukum Modern

Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, tantangan terhadap ontologi hukum pun semakin kompleks. Misalnya:

  1. Eksistensi Entitas Digital: Dalam era digital, muncul berbagai entitas baru seperti aset digital, kontrak pintar (smart contract), dan kepribadian virtual (avatar). Pertanyaan ontologis yang muncul adalah: Apakah entitas digital ini memiliki eksistensi hukum? Bisakah ia menjadi subjek atau objek hukum?
  2. Hukum Internasional dan Ontologi Negara: Dalam hukum internasional, negara adalah subjek utama. Namun, negara bukanlah entitas fisik, melainkan konstruksi hukum. Secara ontologis, apa yang membuat suatu wilayah dan penduduk dapat disebut sebagai “negara”? Ini menjadi persoalan penting dalam pengakuan negara baru atau entitas separatis.
  3. Hukum dan Kecerdasan Buatan: AI dan robot canggih menimbulkan pertanyaan baru: Apakah kecerdasan buatan dapat diberi status hukum sebagai subjek? Apakah ia memiliki tanggung jawab hukum? Pertanyaan-pertanyaan ini menuntut pendekatan ontologis yang adaptif terhadap perkembangan teknologi.

Urgensi Pendekatan Ontologis dalam Pendidikan dan Praktik Hukum

Studi hukum sering kali berfokus pada aspek praktis, seperti penguasaan peraturan dan teknik argumentasi hukum. Namun, tanpa pemahaman ontologis, lulusan hukum berisiko menjadi teknokrat hukum yang kehilangan arah etis dan filosofis. Oleh karena itu:

  • Pendidikan hukum perlu mengintegrasikan kajian ontologi dalam kurikulum filsafat hukum.
  • Praktisi hukum perlu memahami dasar ontologis hukum agar dapat menafsirkan peraturan secara lebih adil dan kontekstual.
  • Pembuat kebijakan perlu merancang peraturan dengan kesadaran akan eksistensi sosial dan moral yang diatur oleh hukum.
Baca juga: Ontologi dalam Filsafat Ilmu 

Penutup: Menemukan Akar Hukum Melalui Ontologi

Ontologi dalam ilmu hukum bukan sekadar wacana abstrak, tetapi fondasi penting untuk memahami dan membangun sistem hukum yang adil, bermakna, dan relevan dengan realitas manusia. Dengan menelaah keberadaan hukum secara mendalam, kita tidak hanya mengetahui “apa hukum itu”, tetapi juga “mengapa hukum ada” dan “bagaimana ia semestinya ada”.

Ikuti artikel Solusi Jurnal lainnya untuk mendapatkan wawasan yang lebih luas mengenai Jurnal Ilmiah. Bagi Anda yang memerlukan jasa bimbingan dan pendampingan jurnal ilmiah hingga publikasi, Solusi Jurnal menjadi pilihan terbaik untuk mempelajari dunia jurnal ilmiah dari awal. Hubungi Admin Solusi Jurnal segera, dan nikmati layanan terbaik yang kami tawarkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Solusi Jurnal