Dalam dunia filsafat, pembahasan tentang ontologi tidak pernah kehilangan daya tariknya. Ontologi, sebagai cabang filsafat yang menyelidiki hakikat realitas dan eksistensi, seringkali menjadi fondasi bagi pemahaman manusia tentang dunia dan diri mereka sendiri. Salah satu pendekatan menarik dalam ranah ini adalah ontologi relativisme. Konsep ini tidak hanya merombak pandangan klasik tentang realitas yang absolut, tetapi juga membuka ruang dialog mengenai pluralitas makna, kebenaran, dan eksistensi berdasarkan konteks, budaya, atau sudut pandang individu.
Ontologi relativisme menantang pandangan ontologis tradisional yang memandang realitas sebagai sesuatu yang tetap, objektif, dan universal. Sebaliknya, relativisme ontologis memandang bahwa realitas itu tergantung pada sistem keyakinan, bahasa, atau kerangka kultural tertentu. Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang ontologi relativisme, mulai dari definisi, sejarah pemikiran, tokoh-tokoh pendukung, implikasi filosofis, kritik terhadapnya, hingga relevansinya dalam konteks ilmu pengetahuan dan kehidupan sosial-kultural masa kini.
Baca juga: Ontologi Konstruktivisme: Hakikat Realitas dalam Perspektif Konstruktif
Pengertian Ontologi Relativisme
Secara umum, relativisme adalah pandangan bahwa kebenaran, moralitas, atau makna bergantung pada kerangka tertentu, seperti budaya, bahasa, atau pengalaman individu. Bila dikaitkan dengan ontologi, relativisme mengacu pada keyakinan bahwa realitas itu tidak tunggal dan objektif, melainkan dapat bervariasi sesuai dengan sistem nilai atau sudut pandang seseorang.
Dengan demikian, ontologi relativisme berarti pemahaman tentang realitas yang menyatakan bahwa tidak ada satu bentuk eksistensi yang absolut. Realitas tidak ditentukan oleh hukum-hukum metafisis yang universal, tetapi dibentuk oleh interaksi sosial, bahasa, budaya, dan pengalaman subjektif manusia. Dalam konteks ini, keberadaan suatu entitas bisa berarti berbeda-beda tergantung siapa yang memahaminya dan dari konteks mana ia dilihat.
Sejarah dan Perkembangan Pemikiran
Untuk memahami bagaimana gagasan ontologi relativisme muncul dan berkembang, penting menelusuri akar sejarahnya dalam tradisi filsafat. Gagasan ini tidak lahir secara tiba-tiba, melainkan merupakan hasil pergulatan intelektual panjang yang merespons pandangan-pandangan absolutistik dalam memahami realitas.
Akar Klasik dalam Filsafat Yunani
Relativisme ontologis dapat ditelusuri hingga masa filsuf Yunani kuno seperti Protagoras, yang terkenal dengan pernyataannya, “Man is the measure of all things.” Pernyataan ini menyiratkan bahwa tidak ada satu kebenaran universal, karena setiap individu dapat menjadi ukuran kebenaran berdasarkan persepsi mereka masing-masing. Meskipun pernyataan Protagoras lebih sering dikaitkan dengan relativisme epistemologis, ia juga membuka jalan bagi pemahaman bahwa kenyataan itu bisa berbeda bagi setiap orang.
Postmodernisme dan Ontologi Sosial
Gagasan ontologi relativisme semakin berkembang dalam tradisi pascamodernisme, terutama melalui pemikiran tokoh-tokoh seperti Michel Foucault, Jean-François Lyotard, dan Jacques Derrida. Mereka menolak pandangan modernis yang percaya pada objektivitas ilmu dan satu narasi kebenaran. Foucault, misalnya, menganggap bahwa apa yang disebut “kebenaran” atau “realitas” merupakan hasil dari hubungan kekuasaan dan wacana sosial yang dominan.
Karakteristik Ontologi Relativisme
Setelah memahami latar belakang historisnya, kita perlu menyelami ciri-ciri utama dari pendekatan ontologi relativisme. Karakteristik ini membedakan relativisme dari pendekatan ontologis lainnya yang lebih esensialis atau positivistik.
- Penolakan terhadap Esensialisme: Relativisme menolak gagasan bahwa setiap entitas memiliki esensi tetap. Sebaliknya, makna dan identitas suatu objek atau konsep dapat berubah tergantung pada konteks budaya dan sejarah.
- Realitas Sebagai Konstruksi Sosial: Relativisme ontologis berpandangan bahwa realitas dibentuk melalui interaksi sosial dan bahasa. Apa yang kita anggap “nyata” sering kali adalah hasil konstruksi simbolik dalam masyarakat.
- Pluralisme Realitas: Tidak ada satu realitas tunggal yang absolut. Sebaliknya, ada banyak bentuk realitas yang sama sahnya, tergantung pada siapa yang mengalaminya dan bagaimana mereka mengartikulasikannya.
- Kontekstualitas dan Perspektivisme: Semua pemahaman tentang eksistensi harus dilihat dalam konteks tertentu. Ini berdekatan dengan konsep perspectivism dalam filsafat, yang menyatakan bahwa semua pemahaman datang dari sudut pandang tertentu.
Tokoh-tokoh Penting dalam Ontologi Relativisme
Untuk memahami lebih dalam pendekatan ontologi relativisme, penting mengenal para pemikir yang telah mengembangkan dan memperkuat pendekatan ini melalui karya-karya mereka. Tokoh-tokoh ini berasal dari berbagai latar belakang, seperti filsafat, sosiologi, dan studi budaya.
1.Michel Foucault
Foucault menekankan bahwa pengetahuan dan realitas merupakan produk dari wacana sosial dan politik. Apa yang disebut “realitas” dalam suatu zaman bisa berubah di zaman lain karena berubahnya sistem wacana yang dominan.
2.Richard Rorty
Rorty menolak korespondensi antara bahasa dan realitas. Ia menekankan bahwa realitas adalah hasil dari penggunaan bahasa dalam konteks komunitas tertentu. Menurutnya, kebenaran bukan cerminan realitas objektif, melainkan konsensus dalam komunitas linguistik.
3.Bruno Latour
Melalui pendekatan actor-network theory (ANT), Latour menunjukkan bahwa objek sains (seperti fakta ilmiah) bukanlah hal yang netral, melainkan hasil dari jaringan sosial, teknologi, dan politik. Realitas ilmiah tidak berdiri sendiri, tetapi dibentuk oleh praktik manusia.
Ontologi Relativisme dalam Ilmu Pengetahuan
Dalam tradisi ilmu pengetahuan, ontologi relativisme mengemuka dalam pendekatan konstruktivisme sosial. Teori ini menyatakan bahwa fakta ilmiah bukanlah entitas netral yang ada “di luar sana”, melainkan produk negosiasi sosial dan budaya. Sehingga, ilmu tidak bersifat objektif mutlak, tetapi dipengaruhi oleh nilai-nilai dan pandangan dunia para ilmuwan.
Contohnya, pemahaman tentang “penyakit” dalam dunia medis telah berubah seiring waktu dan budaya. Dalam konteks Barat, penyakit cenderung dipandang sebagai kelainan biologis, sementara dalam masyarakat adat, penyakit bisa dilihat sebagai gangguan spiritual. Keduanya memiliki sistem realitas masing-masing yang sah.
Implikasi Sosial dan Budaya
Ontologi relativisme tidak hanya berpengaruh dalam ranah teoritis, tetapi juga memiliki dampak besar dalam kehidupan sosial dan budaya. Pendekatan ini memungkinkan terjadinya pemahaman yang lebih inklusif terhadap keberagaman cara hidup, sistem kepercayaan, dan nilai-nilai masyarakat.
- Multikulturalisme: Ontologi relativisme mendukung pandangan bahwa setiap budaya memiliki cara pandang dan sistem realitas yang berbeda namun sah. Hal ini menjadi dasar bagi pendekatan multikulturalisme dalam pendidikan dan kebijakan publik.
- Dialog Antarbudaya: Dengan mengakui pluralitas realitas, ontologi relativisme mendorong dialog antarbudaya yang setara, bukan berdasarkan superioritas satu sistem nilai atas yang lain.
- Dekonstruksi Identitas: Dalam kajian gender, ontologi relativisme menolak pandangan bahwa identitas gender bersifat esensial. Identitas seperti “laki-laki” dan “perempuan” dipahami sebagai konstruksi sosial yang bisa berbeda di berbagai budaya dan periode sejarah.
Kritik terhadap Ontologi Relativisme
Meskipun menawarkan cara pandang alternatif yang menarik, ontologi relativisme tidak lepas dari kritik. Beberapa kalangan menilai bahwa pendekatan ini dapat membawa konsekuensi yang membingungkan dalam praktik etis, ilmiah, dan sosial.
1. Relativisme yang Membingungkan
Kritik utama terhadap ontologi relativisme adalah bahwa jika segala sesuatu itu relatif, maka tidak ada dasar untuk menilai klaim atau tindakan. Misalnya, apakah kita bisa mengkritik pelanggaran HAM di suatu budaya jika semuanya dianggap relatif?
2. Ancaman terhadap Objektivitas Ilmu
Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa relativisme dapat melemahkan kredibilitas ilmu pengetahuan, karena menolak adanya kebenaran objektif. Dalam dunia sains, diperlukan dasar objektivitas agar penelitian dapat divalidasi.
3. Potensi Nihilisme
Tanpa acuan universal, relativisme dapat menjerumuskan pada nihilisme: keyakinan bahwa tidak ada makna yang sah atau nilai yang benar. Hal ini bisa mereduksi komitmen terhadap etika atau tanggung jawab sosial.
Namun, para pendukung relativisme menegaskan bahwa pluralitas tidak harus berarti nihilisme. Relativisme justru mendorong kepekaan terhadap kompleksitas dunia dan penghargaan terhadap perbedaan.
Studi Kasus: Relativisme dalam Praktik
Untuk memahami bagaimana konsep ontologi relativisme diaplikasikan secara konkret, kita bisa melihat beberapa studi kasus dari kehidupan sosial dan budaya yang mencerminkan keberagaman dalam memaknai realitas.
1. Ritual dan Kepercayaan Lokal
Banyak praktik tradisional, seperti pengobatan alternatif atau upacara adat, sering kali dianggap “tidak ilmiah” oleh dunia modern. Namun, dari sudut pandang ontologi relativisme, praktik tersebut merupakan bagian sah dari realitas komunitas yang bersangkutan.
2. Bahasa dan Penamaan
Dalam linguistik, dikenal pandangan bahwa bahasa membentuk realitas (Sapir-Whorf Hypothesis). Ontologi relativisme mendukung gagasan ini: bahwa cara kita menamai dunia menentukan cara kita memahaminya. Misalnya, beberapa bahasa memiliki lebih dari 10 kata untuk jenis salju, sementara yang lain hanya punya satu. Ini menunjukkan bahwa realitas bersalju mereka lebih kompleks dari sudut pandang budaya tertentu.
Baca juga: Ontologi Realisme: Menyelami Hakikat Keberadaan dalam Filsafat dan Ilmu
Kesimpulan
Ontologi relativisme merupakan pendekatan filsafat yang menantang pandangan tunggal dan absolut tentang realitas. Dengan menekankan bahwa realitas tergantung pada konteks, bahasa, budaya, dan pengalaman, pendekatan ini membuka ruang untuk pluralitas pemahaman, toleransi antarbudaya, dan pemikiran kritis terhadap narasi dominan. Meskipun menuai kritik karena dianggap mengaburkan batas antara benar dan salah atau antara fakta dan opini, relativisme ontologis tetap relevan, terutama dalam kajian sosial, humaniora, dan interkultural.
Ikuti artikel Solusi Jurnal lainnya untuk mendapatkan wawasan yang lebih luas mengenai Jurnal Ilmiah. Bagi Anda yang memerlukan jasa bimbingan dan pendampingan jurnal ilmiah hingga publikasi, Solusi Jurnal menjadi pilihan terbaik untuk mempelajari dunia jurnal ilmiah dari awal. Hubungi Admin Solusi Jurnal segera, dan nikmati layanan terbaik yang kami tawarkan.

